BUPATI CIREBON

BUPATI CIREBON
Drs.H.DEDI SUPARDI,MM

"selamat datang"

welcome120.gife-mail:zeen_paska05@yahoo.co.id
blog:http//www.paskibraka2005.blogspot.com

"WAJAH KITA DI CIPTAKAN MENGHADAP KE DEPAN DAN KALAU HARUS MENOLEH HANYA SAMPAI SEBATAS BAHU.SEAKAN-AKAN MEMBERIKAN MAKNA AGAR KITA MELAYANGKAN PANDANGAN KE DEPAN.BAHKAN JAUH KEMASA YANG AKAN DATANG."



"PROKLAMASI"

Peristiwa Rengasdengklok & Rumah Bersejarah Babah Djiaw yang Terlupakan

Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa "penculikan" yang dilakukan oleh sejumlah pemuda (a.l. Adam Malik dan Chaerul Saleh) dari Menteng 31 terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa atau lebih tepatnya diamankan ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi.

Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Kamis, 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong.

Naskah teks proklamasi sudah ditulis di rumah itu. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang Rengasdengklok pada Rabu tanggal 15 Agustus, karena mereka tahu esok harinya Indonesia akan merdeka.

Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur.

Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.

Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang "dipinjam" (tepatnya sebetulnya "diambil") dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor Laut Dr. Kandeler.




naskah dibuat
di Rengasdengklok

Di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda di Jl Imam Bonjol , Jakarta Pusat. Naskah proklamasi dirumuskan dan diketik oleh Sayuti Melik

Hasil naskah dibacakan di Pegangsaan timur no.56

Latar belakang
Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui PPKI, sementara golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang.

Sebelumnya golongan pemuda telah mengadakan suatu perundingan di salah satu lembaga bakteriologi di Pegangsaan Timur Jakarta, pada tanggal 15 Agustus. Dalam pertemuan ini diputuskan agar pelaksanaan kemerdekaan dilepaskan segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang. Hasil keputusan disampaikan kepada Ir. Soekarno pada malam harinya tetapi ditolak Soekarno karena merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI.

Para Pemuda Pejuang di Rengasdengklok
Beberapa orang pemuda yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok ini antara lain:

  1. Soekarni
  2. Jusuf Kunto
  3. Chaerul Saleh
  4. Shodancho Singgih, perwira PETA dari Daidan I Jakarta sebagai pimpinan rombongan penculikan.
  5. Shodancho Sulaiman
  6. Chudancho Dr. Soetjipto
  7. Chudancho Subeno sebagai pemimpin Cudan Rengasdengklok (setingkat kompi). Chudan Rengasdengklok memiliki 3 buah Shodan (setingkat pleton) yaitu Shodan 1 dipimpin Shodancho Suharjana, Shodan 2 dimpimpin Shodancho Oemar Bahsan dan Shodan 3 dipimpin Shodancho Affan.
    Honbu (staf) yang dipimpin oleh Budancho Martono.
Babah Djiaw Ki Siong di Dusun Bojong Kec. Rengasdengklok Kab. Karawang

Tempat Penulisan Naskah Proklamasi : Rumah Bersejarah Babah Djiaw
SEJAK Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan Soekarno-Hatta, 17 Agustus 1495, rumah alm. Babah Djiaw Ki Siong di Dusun Bojong Kec. Rengasdengklok Kab. Karawang diabadikan sebagai rumah bersejarah. Rumah seorang petani keturunan Tionghoa di pinggir Sungai Citarum itu pernah dipakai tempat tinggal para "Bapak Bangsa" dalam menyusun naskah proklamasi, sebelum naskah itu dikumandangkan di Jalan Pegangsaan Timur no 56 Jakarta.

Karena dinobatkan sebagai rumah bersejarah, seluruh bangunan rumah yang berdinding kayu jati, beratap genting tua, dan beralaskan batu bata itu dan sampai sekarang masih ditempati anak cucu Djiaw Ki Siong sebagai pemiliknya, tak boleh diperbaiki apalagi diubah seenaknya. Pelarangan itu muncul karena kekhawatiran nilai keaslian rumah itu punah.

Anehnya, dari dulu hingga sekarang, pemerintah hanya cukup memberikan nama rumah bersejarah yang harus dilestarikan. Di luar itu sama sekali tak pernah ada perhatian bagi si pemiliknya. Sementara itu, kondisi rumah kian tua dan terancam mengalami kerusakan. Andai rumah itu ambruk, bagaimana nasib keluarga yang sekarang menempati rumah itu?

Ketika Babah Djiaw Ki Siong masih hidup, sejumlah perkakas rumah yang dulu pernah dipakai Bung Karno sekeluarga, Bung Hatta, dan tokoh proklamator lainnya diangkut ke museum di Jabar. Sayangnya, Djiaw Ki Siong -- yang pekerjaan sehari-harinya sebagai petani kecil -- tak sepeser pun mendapat ganti rugi saat barang-barang miliknya itu diboyong ke museum.

"Meski demikian kedaannya, keluarga kami tetap bangga rumah ini telah dijadikan simbol rumah bersejarah bagi perjuangan bangsa. Bingungnya, rumah ini sudah lapuk dan sudah mengkhawatirkan bila dipakai tempat tinggal, sulit untuk diperbaiki karena dilarang pemerintah," kata Ny. Iin alias Djiaw Kwin Moy, cucu Djiaw Ki Siong yang sekarang menempati rumah tersebut. Di rumah itu pernah tinggal Bung Karno, Bung Hatta, Sukarni Yusuf Kunto, dr. Sucipto, Ny. Fatmawati, Guntur Soekarnoputra, dan lainnya selama tiga hari, pada 14-16 Agustus 1945.

Pada tahun 1958, rumah bersejarah itu pernah dipindahkan karena tergusur pelebaran pembangunan Sungai Citarum. Sebelum dipindahkan, dua perangkat tempat tidur terbuat dari kayu jati, tempat tidur Bung Karno dan Bung Hatta, seperangkat tempat minum dan seperangkat meja kursi tempat duduk para tokoh proklamator, diambil pihak museum Bandung.

"Engkong (kakek) Djiaw Ki Siong merelakan semua perkakas rumah untuk diabadikan sebagai benda bersejarah. Membangun rumah di tempat baru yang harus dipertahankan keasliannya pun semuanya dibiayai dari hasil jerih payah engkong, tanpa sepeser pun bantuan pemerintah," kata Yayang, suami Ny. Iin. Padahal, engkong hanyalah seorang petani kecil di Rengasdengklok.

Di antara para tokoh nasional yang memberi perhatian besar kepada keluarga Djiaw Ki Siong adalah Mayjen Ibrahim Adjie yang pada saat itu menjabat sebagai Pangdam III Siliwangi. Pangdam pernah memberi penghargaan kepada Babah Djiaw berupa selembar piagam nomor 08/TP/DS/tahun 1961.

Setelah Babah Djiaw meninggal pada tahun 1964 dan beberapa tahun berselang berganti kepemimpinan nasional dari Soekarno ke Soeharto, rumah bersejarah diwariskan kepada anak pertama Babah Djiaw, yakni Ny. Tiaw Siong (ibunda Ny. Iin). Sekali lagi, tak ada perhatian apa pun dari pemerintah. Malah, Ny. Tiaw sempat tak dibolehkan menerima tamu siapa pun yang ingin tahu rumah bersejarah itu.

Sekira tahun 1980-an, di Lapangan Rengasdengklok yang letaknya hanya beberapa puluh meter dari rumah alm. Djiaw, dibangun Tugu Perjuangan dengan biaya besar. Anehnya, pihak pemerintah sama sekali tak melirik keberadaan rumah Djiaw yang kondisinya sudah rusak termakan usia. Padahal, di rumah itu naskah proklamasi disusun sehari sebelum Indonesia merdeka.

"Anehnya lagi, tatkala rumah ini akan direhab karena banyak bagian yang rusak, keluarga kami malah harus lapor kesana-kemari. Akhirnya tak dibolehkan direhab, khawatir bagian rumah bersejarah berubah wujud. Karena dilarang itu ya... sampai sekarang beginilah keadaan rumah kami yang kalau terus-terusan tak dibolehkan direhab bisa-bisa ambruk," kata Ny. Iin. Ia menolak keras rumor bahwa rumahnya itu mendapat aliran sumbangan untuk biaya perawatan.

Babah Djiaw pernah berwasiat, keluarga yang menempati rumah bersejarah itu harus bersabar. Tak dibolehkan merengek minta-minta sesuatu kepada pihak mana pun. Bahkan, harus rela setiap hari menunggu rumah ini demi memberi pelayanan terbaik kepada para tamu yang ingin mengetahui sejarah perjuangan bangsa.

Karena manutnya akan wasiat engkong Djiaw, Ny. Tiaw yang kesehariannya berjualan kue di Pasar Rengasdengklok terpaksa harus berada di rumah. Begitu juga Ny. Iin yang sudah hampir tiga tahun setelah ibundanya meninggal selalu berada di rumah. Sementara itu, yang berjualan di toko adalah sang suami. Sayang, keluarga Yayang tak bisa berjualan kue di pasar, setelah tahun lalu Pasar Rengasdengklok habis dilalap api.

Berkat kesetiaan Ny. Tiaw dan Ny. Iin, sebagai ahli waris rumah bersejarah, setiap tamu dilayani dengan baik. Mereka pun mampu memberi keterangan sejarah tentang keberadaan rumah miliknya kepada setiap tamu yang datang. Memang, tak dimungkiri, di antara sekian puluh ribu tamu ada saja yang memberi uang alakadarnya.

"Tak apa-apalah rumah bersejarah ini tak diperhatikan siapa pun. Yang penting, kami pemiliknya punya kebanggaan tersendiri ikut menoreh perjuangan bangsa ini," kata Ny. Iin sambil menyatakan bahwa ia dan keluarganya sering bermimpi bertemu Bung Karno, Bung Hatta, dan sejumlah tokoh yang dulu pernah menginap di rumahnya.

Rumah bersejarah milik alm. Djiaw Ki Siong berada di sebuah perkampungan di lingkungan padat perumahan masyarakat Dusun Bojong. Dari lapangan Tugu Perjuangan ke rumah itu, ada jalan sempit belum beraspal. Bila hujan turun, jalan becek menyulitkan tamu berkunjung ke rumah itu.

Di ruang tamu berukuran 6 x 8 meter terdapat dua buah meja ukir jati. Di atasnya terpampang buku-buku sejarah perjuangan. Ada buku tamu tebal dan sudah penuh diisi tandatangan puluhan ribu tamu. Di dinding tembok kayu terpampang gambar alm. Djiaw Ki Siomg berdampingan dengan gambar Bung Karno terbingkai kaca.

"Di kamar inilah Bung Karno, Ibu Fatmawati dang putra ciliknya Guntur istirahat tidur. Di samping kiri kamar, tempat Bung Hatta dan tiga tokoh proklamator istirahat, sementara bangku dipan ini tempat para ajudan Bung Karno berjaga," kata Yayang sambil menunjuk dua buah kamar yang sudah lama tak pernah dipakai tempat tidur. Sementara itu, tempat istirahat keluarga Yayang berada di belakang ruang tamu yang sekarang sudah direnovasi secara permanen.

Pascareformasi, rumah Djiaw Ki Siong cukup sering dikunjungi para tamu. Sejumlah tokoh nasional seperti Akbar Tanjung, Roy B.B. Janis, Guntur Soekarnoputra, Gempar Soekarnoputra, Harmoko, dan sejumlah tokoh dari fungsionaris PDIP sering datang juga. Adapun Megawati Soekarnoputri baru berjanji saja, karena sampai sekarang belum berkunjung.

Tokoh pejuang yang juga seniman kondang Karawang, R.H. Tjetjep Supriyadi menyesalkan pemerintah yang sama sekali tak memerhatikan rumah sejarah Babah Djiaw Ki Siong. Termasuk juga, para pejuang Rengasdengklok yang dulunya ikut bergerilya, berjuang membela negara.

"Saya malu Tugu Pangkal Perjuangan Rengasdengklok amburadul. Jalan menuju Rengasdengklok rusak berat, apalagi jika melihat kondisi rumah Djiaw Ki Siong yang hampir roboh. Heran saya, kok jadi begini perhatian para pemimpin bangsa," tegas R.H. Tjetjep Supriyadi, yang mengaku ikut berjuang dalam perang gerilya di Rengasdngklok.

Tjejep membeberkan, sebetulnya Hari Proklamasi Kemerdekaan RI rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada Hari Kamis tanggal 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Ki Siong. Naskah teks proklamasi sudah ditulis di rumah babah itu. Bendera merah putih sudah berani dikibarkan para pejuang Rengasdengklok pada Rabu tanggal 15 Agustus, karena tahu esok harinya Indonesia akan merdeka.

"Ketika naskah proklamasi mau dibacakan, tiba-tiba pada Kamis sore kedatangan Ahmad Subarjo. Ia mengundang Bung Karno dkk. berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56," kata Tjetjep Supriadi.(H. Undang Sunaryo/MD/Dodo Rihanto/"PR")***


PURNA PASKIBRAKA INDONESIA

PURNA PASKIBRAKA INDONESIA
KABUPATEN CIREBON

Senin, 15 Juni 2009

daftar riwayat hidup (enjen jaelani)


Daftar Riwayat Hidup

Data Pribadi

Nama
Jenis kelamin
Tempat, tanggal lahir
Kewarganegaraan
Tinggi, berat badan
Kesehatan
Agama
Alamat lengkap


Telepon, HP
E-mail

Website

: ENJEN JAELANI
: Laki-laki
: MAJALENGKA,30 MEI 1989
: Indonesia
: 175 cm, 63 kg
: Sangat Baik
: Islam
: rt/rw 01/02 blok cisumur ds.heuleut kec.leuwimunding kab.majalengka 45473
: 081219476789
: zeen_paska05@yahoo.co.id

: http//paskibraka2005.blogspot.com

pengalaman paskibraka
"pada waktu taun 2005 awal taun sy mengikuti beberapa kali latihan gabungan se kab cirebon setelah saya ikut brapa bulan kemudian ada seleksi untuk menjadi paskibraka dan saya langsung ikut pada waktu itu seleksi d laksanakn selama 3 hari.alhmdllah saya d terima menjadi calon paskibraka setelah itu saya mengikuti latihan untuk pengibaran paskibrak th.2005 selama kurang lebih 3 bulan.............the end....... lo untuk lebih jauhnya hubungi email saya"

Jumat, 12 Juni 2009

Surat Perintah 11 Maret 1966


Supersemar
Surat Perintah 11 Maret 1966
Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat menjadi Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966.

Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Isi Supersemar

Berikut adalah cuplikan Supersemar:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SURAT PERINTAH

I. Mengingat:
1.1. Tingkatan Revolusi sekarang ini, serta keadaan politik baik nasional maupun Internasional
1.2. Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersendjata/Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966

II. Menimbang:
2.1. Perlu adanja ketenangan dan kestabilan Pemerintahan dan djalannja Revolusi.
2.2. Perlu adanja djaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi, ABRI dan Rakjat untuk memelihara kepemimpinan dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi serta segala adjaran-adjarannja

III. Memutuskan/Memerintahkan:
Kepada: LETNAN DJENDERAL SOEHARTO, MENTERI PANGLIMA ANGKATAN DARAT
Untuk: Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi:
1. Mengambil segala tindakan jang dianggap perlu, untuk terdjaminnja keamanan dan ketenangan serta kestabilan djalannja Pemerintahan dan djalannja Revolusi, serta mendjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimin Besar revolusi/mandataris M.P.R.S. demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala adjaran Pemimpin Besar Revolusi.
2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan-Angkatan lain dengan sebaik-baiknja.
3. Supaya melaporkan segala sesuatu jang bersangkuta-paut dalam tugas dan tanggung-djawabnja seperti tersebut diatas.

IV. Selesai.
Djakarta, 11 Maret 1966
PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/PEMIMPIN BESAR REVOLUSI/MANDATARIS M.P.R.S.
SOEKARNO

Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan sejarawan Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor.


Keluarnya Supersemar

Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dikenal dengan nama "kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai, Brigadir Jendral Sabur sebagai panglima pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak "pasukan liar" atau "pasukan tak dikenal" yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.

Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor dengan helikopter yang sudah disiapkan. Sementara Sidang akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena yang kemudian menyusul ke Bogor.

Situasi ini dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden menggantikan Soekarno) yang pada saat itu selaku Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto saat itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. (Sebagian kalangan menilai ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai sekenario Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab dianggap sebagai sebuah kejanggalan).

Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari, terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu menendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral (purn) M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam.

Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan kepada Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.

Surat Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul pukul 01.00 waktu setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono. Hal tersebut berdasarkan penuturan Sudharmono, dimana saat itu ia menerima telpon dari Mayjend Sutjipto, Ketua G-5 KOTI, 11 Maret 1966 sekitar pukul 10 malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran PKI disiapkan dan harus selesai malam itu juga. Permintaan itu atas perintah Pangkopkamtib yang dijabat oleh Mayjend Soeharto. Bahkan Sudharmono sempat berdebat dengan Moerdiono mengenai dasar hukum teks tersebut sampai surat Supersemar itu tiba.

Beberapa Kontroversi tentang Supersemar

Menurut penuturan salah satu dari ketiga perwira tinggi AD yang akhirnya menerima surat itu, ketika mereka membaca kembali surat itu dalam perjalanan kembali ke Jakarta, salah seorang perwira tinggi yang kemudian membacanya berkomentar "Lho ini khan perpindahan kekuasaan". Tidak jelas kemudian naskah asli Supersemar karena beberapa tahun kemudian naskah asli surat ini dinyatakan hilang dan tidak jelas hilangnya surat ini oleh siapa dan dimana karena pelaku sejarah peristiwa "lahirnya Supersemar" ini sudah meninggal dunia. Belakangan, keluarga M. Jusuf mengatakan bahwa naskah Supersemar itu ada pada dokumen pribadi M. Jusuf yang disimpan dalam sebuah bank.
Menurut kesaksian salah satu pengawal kepresidenan di Istana Bogor, Letnan Satu (lettu) Sukardjo Wilardjito, ketika pengakuannya ditulis di berbagai media massa setelah Reformasi 1998 yang juga menandakan berakhirnya Orde Baru dan pemerintahan Presiden Soeharto. Dia menyatakan bahwa perwira tinggi yang hadir ke Istana Bogor pada malam hari tanggal 11 Maret 1966 pukul 01.00 dinihari waktu setempat bukan tiga perwira melainkan empat orang perwira yakni ikutnya Brigadir jendral (Brigjen) M. Panggabean. Bahkan pada saat peristiwa Supersemar Brigjen M. Jusuf membawa map berlogo Markas Besar AD berwarna merah jambu serta Brigjen M. Pangabean dan Brigjen Basuki Rahmat menodongkan pistol kearah Presiden Soekarno dan memaksa agar Presiden Soekarno menandatangani surat itu yang menurutnya itulah Surat Perintah Sebelas Maret yang tidak jelas apa isinya. Lettu Sukardjo yang saat itu bertugas mengawal presiden, juga membalas menodongkan pistol ke arah para jenderal namun Presiden Soekarno memerintahkan Soekardjo untuk menurunkan pistolnya dan menyarungkannya. Menurutnya, Presiden kemudian menandatangani surat itu, dan setelah menandatangani, Presiden Soekarno berpesan kalau situasi sudah pulih, mandat itu harus segera dikembalikan. Pertemuan bubar dan ketika keempat perwira tinggi itu kembali ke Jakarta. Presiden Soekarno mengatakan kepada Soekardjo bahwa ia harus keluar dari istana. “Saya harus keluar dari istana, dan kamu harus hati-hati,” ujarnya menirukan pesan Presiden Soekarno. Tidak lama kemudian (sekitar berselang 30 menit) Istana Bogor sudah diduduki pasukan dari RPKAD dan Kostrad, Lettu Sukardjo dan rekan-rekan pengawalnya dilucuti kemudian ditangkap dan ditahan di sebuah Rumah Tahanan Militer dan diberhentikan dari dinas militer. Beberapa kalangan meragukan kesaksian Soekardjo Wilardjito itu, bahkan salah satu pelaku sejarah supersemar itu, Jendral (Purn) M. Jusuf, serta Jendral (purn) M Panggabean membantah peristiwa itu.

Menurut Kesaksian A.M. Hanafi dalam bukunya "A.M Hanafi Menggugat Kudeta Soeharto", seorang mantan duta besar Indonesia di Kuba yang dipecat secara tidak konstitusional oleh Soeharto. Dia membantah kesaksian Letnan Satu Sukardjo Wilardjito yang mengatakan bahwa adanya kehadiran Jendral M. Panggabean ke Istana Bogor bersama tiga jendral lainnya (Amirmachmud, M. Jusuf dan Basuki Rahmat) pada tanggal 11 Maret 1966 dinihari yang menodongkan senjata terhadap Presiden Soekarno. Menurutnya, pada saat itu, Presiden Soekarno menginap di Istana Merdeka, Jakarta untuk keperluan sidang kabinet pada pagi harinya. Demikian pula semua menteri-menteri atau sebagian besar dari menteri sudah menginap diistana untuk menghindari kalau datang baru besoknya, demonstrasi-demonstrasi yang sudah berjubel di Jakarta. A.M Hanafi Sendiri hadir pada sidang itu bersama Wakil Perdana Menteri (Waperdam) Chaerul Saleh. Menurut tulisannya dalam bukunya tersebut, ketiga jendral itu tadi mereka inilah yang pergi ke Istana Bogor, menemui Presiden Soekarno yang berangkat kesana terlebih dahulu. Dan menurutnya mereka bertolak dari istana yang sebelumnya, dari istana merdeka Amir Machmud menelepon kepada Komisaris Besar Soemirat, pengawal pribadi Presiden Soekarno di Bogor, minta ijin untuk datang ke Bogor. Dan semua itu ada saksinya-saksinya. Ketiga jendral ini rupanya sudah membawa satu teks, yang disebut sekarang Supersemar. Di sanalah Bung Karno, tetapi tidak ditodong, sebab mereka datang baik-baik. Tetapi di luar istana sudah di kelilingi demonstrasi-demonstrasi dan tank-tank ada di luar jalanan istana. Mengingat situasi yang sedemikian rupa, rupanya Bung Karno menandatangani surat itu. Jadi A.M Hanafi menyatakan, sepengetahuan dia, sebab dia tidak hadir di Bogor tetapi berada di Istana Merdeka bersama dengan menteri-menteri lain. Jadi yangdatang ke Istana Bogor tidak ada Jendral Panggabean. Bapak Panggabean, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menhankam, tidak hadir.

Tentang pengetik Supersemar. Siapa sebenarnya yang mengetik surat tersebut, masih tidak jelas. Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat itu, antara lain Letkol (Purn) TNI-AD Ali Ebram, saat itu sebagai staf Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa.

Kesaksian yang disampaikan kepada sejarawan asing, Ben Anderson, oleh seorang tentara yang pernah bertugas di Istana Bogor. Tentara tersebut mengemukakan bahwa Supersemar diketik di atas surat yang berkop Markas besar Angkatan Darat, bukan di atas kertas berkop kepresidenan. Inilah yang menurut Ben menjadi alasan mengapa Supersemar hilang atau sengaja dihilangkan.

Berbagai usaha pernah dilakukan Arsip Nasional untuk mendapatkan kejelasan mengenai surat ini. Bahkan, lembaga ini berkali-kali meminta kepada Jendral (purn) M. Jusuf saksi terakhir hingga akhir hayatnya ( 8 September 2004, agar bersedia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun selalu gagal. Lembaga ini juga sempat meminta bantuan Muladi yang ketika itu menjabat Mensesneg, Jusuf Kalla, M. Saelan, bahkan meminta DPR untuk memanggil M. Jusuf. Sampai sekarang, usaha Arsip Nasional itu tidak pernah terwujud. Saksi kunci lainnya, adalah mantan presiden Soeharto. Namun dengan wafatnya mantan Presiden Soeharto pada tanggal27 Januari 2008 membuat sejarah Supersemar semakin sulit untuk diungkap.

Dengan kesimpangsiuran Supersemar itu, kalangan sejarawan dan hukum Indonesia mengatakan bahwa peristiwa G-30-S/PKI dan Supersemar adalah salah satu dari sekian sejarah Indonesia yang masih gelap. (wikipedia)

Minggu, 07 Juni 2009

MATERI PASKIBRAKA

Sopan Santun di Meja Makan

  1. Susunan di meja makan

    a. Nasi di sebelah kanan;

    b. Lauk pauk di sebelah kiri nasi;

    c. Sayur mayur di sebelah kiri lauk pauk;

    d. Pencuci mulut di sebelah kiri sayur mayur;

    e. Teko dan gelas di sebelah kiri pencuci mulut.

  2. Susunan tempat makan

    a. Sendok dan garpu berada di sebelah kanan kiri;

    b. Piring dalam keadaan telungkup;

    c. Lap berada di sebelah kiri piring.

  3. Cara mengambil makanan

    Dalam cara pengambilan makanan, Putri yang mengambilkan makanan Putra dan searah dengan arah jarum jam (bergiliran).

  4. Cara makan

    a. Duduk siap;

    b. Badan tetap tegap;

    c. Tangan dekat siku menempel pada meja

PROFIL ISTANA MERDEKA

Istana Merdeka yang juga menjadi tempat kediaman resmi Presiden Republik Indonesia ini, terdiri dari serambi depan yang biasa digunakan untuk panggung kehormatan pada upacara Peringatan Detik - Detik Proklamasi setiap tanggal 17 Agustus. Di sini juga Presiden menyambut tamu negara yang sebelumnya diterima dengan upacara militer di halaman depan.

Ruangan selanjutnya yang berada di bagian paling depan adalah Ruang Kredensial. Di tempat ini Presiden menerima surat - surat kepercayaan duta besar negara sahabat yang akan bertugas di Indonesia. Ruang ini juga berfungsi sebagai tempat penandatanganan naskah kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan negara lain, yang disaksikan oleh Presiden dan Kepala Negara / Pemerintah yang bersangkutan.
Juga malam hari setiap tanggal 17 Agustus, di ruangan ini diadakan Resepsi Kenegaraan, dimana Presiden dan Wakil Presiden menerima ucapan selamat dari para kepala perwakilan negara negara asing.

Selain itu ada ruangan yang dinamai Ruang Jepara karena perabotan yang mengisi ruangan ini didominasi gaya ukiran Jepara. Juga ada Ruang Raden Saleh yang terletak berhadapan dengan Ruang Jepara. Dinamai Ruang Raden Saleh karena pada dinding ruangan ini tergantung lima buah lukisan karya Raden Saleh Syarief Boestaman.
Ruangan yang terbesar adalahRuang Resepsi, dimana terdapat dua buah lukisan karya Basoeki Abdoellah. Di dinding sebelah timur dipasang lukisan yang berjudul "Pergiwa Pergiwati" yang diambil dari kisah Mahabharata, dan di dinding sebelah barat lukisan yang berjudul "Jaka Tarub" yang merupakan legenda rakyat Jawa.
Ruangan terakhir yang ada di Istana Merdeka adalah Ruang Bendera Pusaka yang digunakan untuk meletakkan Bendera Pusaka yang pertama kali pada tanggal 17 Agustus 1945 dan duplikatnya pada setiap tanggal 16 -17 Agustus.
Di halaman Istana Merdeka, terdapat sebuah tiang bendera yang tingginya 17 meter. Setiap tanggal 17 Agustus di tiang ini dikibarkan duplikat Bendera Pusaka dalam rangka Peringatan Detik - Detik Proklamasi.
(Istana Kepresidenan RI, Sekretariat Presiden RI,2004)
Pemerintah Republik Indonesia memusatkan kegiatan pemerintahannya, di Istana Kepresidenan yang berada di Jakarta. Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta terletak di Jalan Merdeka Utara, berdekatan dengan Taman Monumen Nasional, berada di jantung ibu kota negara.
(Sumber : Buku Istana Kepresidenan Republik Indonesia, Jakarta, 2004)

Istana Kepresidenan Jakarta terdiri dari dua bangunan istana, yaitu Istana Merdeka, yang menghadap ke Taman Monumen Nasional, dan Istana Negara yang menghadap ke Sungai Ciliwung, Jalan Veteran. Kedua istana ini dihubungkan dengan halaman tengah yang luasnya kira-kira setengah lapangan bola. Selain itu terdapat pula bangunan lain yang termasuk ke dalam lingkungan Istana Jakarta, yaitu Kantor Presiden, Wisma Negara, Masjid Baiturrahim, dan Museum Istana Kepresidenan.

Minggu, 31 Mei 2009

MAKNA LAMBANG KORPS PASKIBRAKA


  • Untuk mempersatukan korps, untuk Paskibraka Nasional, Propinsi, dan Kabupaten / Kotamadya ditandai oleh lambang korps yang sama, dengan tambahan tanda lokasi terbentuknya pasukan.
    Lambang Korps Paskibraka sejak tahun 1973, dengan perisai berwarna hitam dengan garis pinggir dan huruf berwarna kuning : PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA dan TAHUN 19 … (diujung bawah perisai) berisi gambar (dalam bulatan putih) sepasang anggota Paskibraka dilatar belakangi oleh Bendera Merah Putih yang berkibar ditiup angin dan 3 (tiga) garis horizon atau awan.
    Makna dari bentuk dan gambar tersebut adalah;
  • Bentuk perisai bermakna “Siap bela negara” termasuk bangsa dan tanah air Indonesia, warna hitam bermakna teguh dan percaya diri.
  • Sepasang anggota Paskibraka bermakna bahwa Paskibraka terdiri dari anggota putra dan anggota putri yang dengan keteguhan hati bertekad untuk mengabdi dan berkarya bagi pembangunan Indonesia.
  • Bendera Merah Putih yang sedang berkibar adalah bendera kebangsaan dan utama Indonesia yang harus dijunjung tinggi seluruh bangsa Indonesia termasuk generasi mudanya, termasuk Paskibraka.
  • Garis Horizon atau 3 (tiga) garis menunjukan ada Paskibraka di 3 (tiga) tingkat, yaitu Nasional, provinsi, dan Kabupaten / Kotamadya.
  • Warna kuning berarti kebanggaan, keteladanan dalam hal perilaku dan sikap setiap anggota Paskibraka.

Kamis, 28 Mei 2009

SEJARAH BENDERA MERAH PUTIH


  • Pengertian
    Asal kata
    · Bandira / Bandir yang artinya umbul-umbul
    · Bandiera dari Bahasa Itali Rumpun Romawi Kuno.
    · Dalam Bahasa Sangsakerta untuk Pataka, Panji, Dhuaja.
  • Bendera adalah lambang kedaulatan kemerdekaan. Dimana negara yang memiliki dan mengibarkan bendera sendiri berarti negara itu bebas mengatur segala bentuk aturan negara tersebut.
  • Menurut W.J.S. Purwadarminta, Bendera adalah sepotong kain segi tiga atau segi empat diberi tongkat (tiang) dipergunakan sebagai lambang, tanda dsb, panji tunggul.
  • Sejarah
    Bangsa Indonesia purba ketika masih bertempat di daratan Asia Tenggara + 6000 tahun yang lalu menganggap Matahari dan Bulan merupakan benda langit yang sangat penting dalam perjalanan hidup manusia. Penghormatan terhadap benda langit itu disebut penghormatan Surya Candra.
    Bangsa Indonesia purba menghubungkan Matahari dengan warna merah dan Bulan dengan warna putih. Akibat dari penghormatan Surya Candra, bangsa Indonesia sangat menghormati warna merah putih.
    Kedua lambang tersebut melambangkan kehidupan yaitu :
    Merah melambangkan darah, ciri manusia yang masih hidup,
    Putih melambangkan getah, ciri-ciri tumbuhan yang masih hidup,
    Warna Merah Putih dianggap lambang keagungan, kesaktian dan kejayaan.
    Warna Merah Putih itu bagi bangsa Indonesia khususnya bagi rumpun Aestronia pada umumnya merupakan keagungan, kesaktian dan kejayaan. Berdasarkan anggapan tersebut dapat dipahami apa sebab lambang perjuangan kebangsaan Indonesia, Lambang Negara Nasional, yang merupakan bendera berwarna Merah Putih.
    Kemudian bendera Merah-Putih bergelar “Sang” yang berarti kemegahan turun temurun, sehingga Sang Saka berarti berdera warisan yang dimuliakan.
    Makna warna bagi bangsa Indonesia
    MERAH : Gula Merah, Bubur Merah, Berani, Kuat, Menyala, Darah
    PUTIH : Gula Putih, Bubur Putih, Kelapa, Suci, Bersih, Hidup, Getah
  • Tata Krama
    1. Tidak boleh menyentuh tanah
    Logika : Bendera akan kotor
    Kiasan : Tanah merupakan tempat berpijak, maka bila bendera jatuh, seolah-olah menginjak bendera.
    2. Tidak boleh dibawa balik kanan
    Kiasan : Karena negara seperti mundur / kemunduran.

Wassalam,

PASKIBRAKA2005

SOSOK - ILYAS KARIM

(Sang Pengibar Bendera Pusaka Bercelana Pendek)

Ilyas Karim (Celana Pendek)Bendera Pusaka Sampai menjelang peringatan 63 Tahun Indonesia Merdeka, tak banyak orang tahu siapa sebenarnya pemuda bercelana pendek yang mengibarkan bendera pusaka seusai proklamasi tahun 1945. Dia adalah Ilyas Karim dan masih ada di tengah-tengah kita.

Pagi itu, tanggal 17 Agustus 1945, Ilyas Karim dan teman-temannya dari Angkatan Muda Islam (AMI) sedang berkumpul di markas mereka, Jalan Menteng 31. Seperti biasa, anak-anak muda nasionalis itu selalu serius membicarakan situasi politik terakhir menjelang kemerdekaan Indonesia. Tanpa diundang, tiba-tiba datanglah Latief Hendraningrat, salah satu ChuDancho (komandan) PETA (Pembela Tanah Air) di Jakarta. ”Ayo, kamu semua ikut saya ke Pegangsaan Timur. Di sana mau ada keramaian!” ajaknya. Tanpa banyak komentar, bersama sekitar 50 orang anggota AMI, Ilyas bergegas. Sesampainya di sana, mereka segera bergabung dengan banyak orang yang sudah hadir lebih dulu. Cuaca pagi itu tidak begitu panas dan suasana di rumah besar itu tampak tenang. Daerah sekitar Pegangsaan Timur dijaga ketat oleh anggota PETA. Keluar dari dalam sebuah ruangan, Latief kembali menemui Ilyas. Tanpa basa-basi ia bertanya, ”Kamu bisa mengibarkan bendera nggak?” Ilyas yang saat itu tidak menggunakanalas kaki segera menjawab, ”Bisa Pak!” ”Baik, nanti kamu bertugas mengibarkan bendera bersama Singgih,” perintah Latief. Pada sekitar pukul sepuluh pagi, peristiwa bersejarah itupun terjadi. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pun dilaksanakan. Didampingi Bung Hatta, Bung Karno membacakan naskah Proklamasi yang menandai diumumkannya pernyataan kemerdekaan Indonesia di depan rumah nomor 56 itu. Tak lama setelah itu, Latief Hendraningrat Latief menuju ke pintu rumah Bung Karno. Dari tangan Ibu Fatmawati, Latief menerima sebuah bendera berwarna Merah-Putih. (Bendera yang dijahit sendiri oleh Ibu Fatmawati dari dua carik kain yang diperolehnya dengan susah payah itu kelak disebut sebagai bendera pusaka). Berbalik ke halaman, bendera itu diserahkan Latief kepada Singgih yang memakai seragam PETA (karena ia juga salah seorang ChuDancho) dan Ilyas Karim yang mengenakan celana pendek. Kedua pemuda itu segera menuju tiang bendera. Di depan tiang, Singgih meraih tali dan mengikatkan bendera. Setelah siap, Latief memberi aba-aba penghormatan kepada bendera dan seluruh hadirin memberikan penghormatan. Diiringi paduan suara sebuah sekolah yang menyanyikan lagu Indonesia Raya, Singgih menarik tali dan mengerek bendera Merah Putih naik perlahan ke puncak tiang. Ilyas memegangi bagian tali yang lain sambil mengulurnya mengikuti tarikan Singgih dan menjaga agar bendera berkibar tidak terjepit. Akhirnya, bendera sampai di puncak tiang. Dan itulah kali pertama bendera Merah Putih berkibar secara resmi sebagai bendera kebangsaan Republik Indonesia.

Ilyas KarimFoto Ilyas mengibarkan bendera kini terabadikan dalam buku-buku sejarah. Tubuh cekingnya tampak mengenakan kemeja dan celana pendek putih, sementara Singgih mengenakan seragam tentara lengkap. Bung Karno, Bung Hatta, dan Ibu Fatmawati mendongak ke atas menyaksikan bendera yang mulai naik ke puncak tiang. (Foto itu merupakan satu dari dua foto peristiwa proklamasi yang paling terkenal). Seusai upacara, Bung Karno mengajak hadirin masuk ke ruang tengah rumahnya untuk menyantap makanan ringan. Ilyas bergabung dengan tamu yang lain dan ikut makan kue, termasuk kue bolu yang didatangkan dari Senen. Bung Karno menghampiri Ilyas dan kawan-kawan sembari memberi wejangan. ‘’Kalian para pemuda. Belajarlah yang sungguh-sungguh. Kalau berdagang, berdaganglah yang sungguh – sungguh” ucap sang founding father. Namun, beberapa saat kemudian, ada yang menyuruh agar kue - kue dibawa keluar dan dimakan di halaman. Ternyata, itu hanya cara para pemimpin ”mengusir” hadirin secara halus dari dalam rumah. Bung Karno, Bung Hatta dan para tokoh politik kemudian mengadakan pertemuan di dalam rumah itu. Ilyas sendiri tak tahu apa yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut. Bersama teman-temannya ia ikut keluar ke halaman, lalu membubarkan diri setelah semua hadirin pulang. Sesampainya di rumah, Ilyas segera menemui ibunya dan menceritakan kalau tadi ia bertugas mengibarkan bendera Merah Putih di Pegangsaan Timur seusai Bung Karno membacakan naskah Proklamasi. Ibunya sangat gembira dan berkata, ”Syukur Alhamdulillah. Akhirnya kita merdeka juga, ya. Semoga apa yang kamu lakukan tadi dapat ridho dari Allah.”

Itulah sebuah pengalaman yang detilnya begitu lekat di kepala Ilyas Karim, sampai kini usianya mencapai 80 tahun lebih. Perannya sangat besar, walaupun di hari-hari seputar Agustus 1945 itu semuanya seolah ”lenyap” ditelan hingar-bingar suara mengelu-elukan Soekarno-Hatta dan kegembiraan mencapai kemerdekaan. “Saat itu, dari AMI ada 50 pemuda yang ikut ke Pegangsaan Timur 56. Saya juga tidak mengerti, mengapa akhirnya saya yang dipilih oleh Latief untuk ikut mengibarkan bendera. Barangkali, ini hanya keberuntungan saya,” katanya. Pada 17 Agustus 1945 itu, anak-anak muda AMI memang diberi tugas oleh Chaerul Shaleh untuk mengawal prosesi proklamasi kemerdekaan di Pegangsaan Timur. ChuDancho Singgih, yang saat itu tentara PETA, ditugaskan mengerek bendera. Latief Hendraningrat-lah yang kemudian menugaskan Ilyas membantu Singgih memegangi bendera. Dari 50-an pemuda AMI, kebetulan Ilyas yang paling muda, 18 tahun, dan badannya paling kecil. ‘’Dipikirnya saya yang paling gesit,’’ kata dia sembari terkekeh. Untungnya Ilyas punya pengalaman mengibarkan bendera ketika sekolah tarbiyah di Banten. Bedanya yang ia kibarkan saat itu adalah bendera Belanda. Lagunya pun lagu kebangsaan Belanda. Dipilih mengibarkan bendera saat proklamasi, kontan saja Ilyas merasa bangga Peristiwa itu mahapenting. ‘’Itu adalah titik balik bagi Indonesia dari bangsa budak menjadi bangsa merdeka. Dan, saya terlibat dalam peristiwa paling bersejarah itu,’’katanya.
Keberuntungan itu bagi Ilyas merupakan sebuah anugerah yang pantas disyukuri. Namun, bagi pemuda Indonesia, sosok Ilyas Karim yang muncul sebagai salah satu pelaku sejarah kemerdekaan adalah sebuah simbol. Dan bagi Paskibraka, sosok Ilyas bukan saja mewakili pemuda, tapi juga remaja berusia 18 tahun yang kemudian mengilhami gagasan pengibaran bendera pusaka oleh Paskibraka.

MAKNA LAMBANG GARUDA PANCASILA

Burung Garuda melambangkan kekuatan
Warna emas pada burung Garuda melambangkan kejayaan
Perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia
Simbol-simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan sila-sila dalam Pancasila, yaitu:
Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Rantai melambangkan sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Pohon beringin melambangkan sila Persatuan Indonesia
Kepala banteng melambangkan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Padi dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia. Merah berarti berani dan putih berarti suci
Garis hitam tebal yang melintang di dalam perisai melambangkan wilayah Indonesia yang dilintasi Garis Khatulistiwa
Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:
Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
Jumlah bulu di leher berjumlah 45
Pita yg dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti "berbeda beda, tetapi tetap satu jua".

Rabu, 27 Mei 2009

SEJARAH SANG PENGIBAR BENDERA PERTAMA

MENGUNGKAP SEJARAH SANG LEGENDA
Jakarta, Di usianya yang ke-81, pria sepuh itu masih tetap menikmati hidupnya di pinggir rel Kalibata, Jakarta Selatan. Pria yang kini menderita stroke mata itu seharusnya bisa hidup lebih layak. Sebab, pria bernama Ilyas Karim adalah pelaku sejarah penting. Dialah pengibar pertama Sang Saka Merah Putih pada 17 Agustus 1945 lalu.

Anda tentu pernah melihat foto upacara pengibaran Bendera Merah Putih pertama kali di Jalan Pegangsaan Timur Jakarta Pusat. Di foto itu tampak dua orang pengibar bendera yang dikelilingi oleh Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Ibu Fatmawati, dan SK Trimurti. Pemuda pengibar bendera yang bercelana pendek itulah Ilyas Karim.

Saat ini Ilyas tinggal di sebuah rumah sederhana di Jl. Rawajati Barat, Kalibata, Jakarta Selatan, bersebelahan dengan rel kereta api, Selasa (12/8/2008) kemarin, Ilyas masih tampak bugar. Meski gerak badannya tidak segesit dulu, namun dia tidak tampak bungkuk ataupun tergopoh ketika berjalan.

Ilyas menceritakan pengalamannya sebagai pengibar bendera Merah Putih pertama di republik ini. Waktu itu, Ilyas adalah seorang murid di Asrama Pemuda Islam (API) yang bermarkas di Menteng Jakarta Pusat. Malam hari sebelum dibacakan proklamasi kemerdekaan RI, Ilyas beserta 50-an teman dari API diundang ke rumah Soekarno di Pegangsaan Timur No. 56.

"Katanya ada acara gitu," tutur Ilyas.

Saat berkumpul di rumah Soekarno itulah Sudanco (Komandan Peleton) Latief menunjuknya untuk menjadi pengibar bendera di acara proklamasi kemerdekaan keesokan harinya. Satu orang pengibar yang lain yang ditunjuk adalah Sudanco Singgih, seorang tentara PETA. "Saya ditunjuk karena paling muda. Umur saya waktu itu 18 tahun," kata Ilyas.

Ilyas menceritakan pengalaman itu dengan penuh semangat. Matanya yang harus diplester agar tidak terpejam tampak berbinar. Ilyas memang menderita stroke mata. Dokter menganjurkannya untuk memlester kelopak matanya agar tidak terpejam. Sudah berbagai upaya pengobatan ditempuhnya namun belum juga membuahkan hasil.

Meski dengan sakitnya itu, Ilyas tetap aktif beraktivitas. Sejak tahun 1996 dia menjabat sebagai Ketua Pengurus Pusat Yayasan Pejuang Siliwangi Indonesia yang memiliki cabang di 14 propinsi, antara lain di Medan, Riau, Jambi, Palembang, Banten, dan Ambon.

"Saya akan diganti tahun 2009 nanti," kata Ilyas.

Yayasan itu sendiri bergerak di bidang sosial. Kegiatannya antara lain penyantunan anak yatim, pembangunan rutempat ibadah, dan penyantunan orang jompo.

Ilyas lahir di Padang, Sumbar. Dia sekeluarga baru menetap di Jakarta pada 1936. Ayahnya dulu seorang camat di Matraman. Di zaman penjajahan Jepang, ayahnya dibawa ke Tegal dan dieksekusi tentara Jepang. Sejak saat itu, Ilyas menjadi yatim.

Setelah pengibaran Sang Saka Merah Putih itu, Ilyas kemudian menjadi tentara. Pada 1948, Ilyas dan sejumlah pemuda di Jakarta diundang ke Bandung oleh Mr Kasman Singodimejo. Di Bandung, dibentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Kesatuan tentara ini kemudian ini nama Siliwangi. Nama Siliwangi merupakan usul dari Ilyas.

Sebagai tentara, Ilyas pernah diterjunkan di sejumlah medan pertempuran di berbagai daerah, termasuk ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di Libanon dan Vietnam. Pada 1979, Ilyas pensiun dengan pangkat letnan kolonel. Kehidupannya mulai suram, karena dua tahun kemudian dia diusir dari tempat tinggalnya di asrama tentara Siliwangi, di Lapangan Banteng, Jakpus. Sejak saat itu hingga saat ini dia tinggal di pinggir rel KA. dikutip langsung dari (kilasberita.com/amz/dtc)

SEJARAH PASKIBRAKA INDONESIA

Logo PaskibrakaBeberapa hari menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI pertama. Presiden Soekamo memberi tugas kepada ajudannya,Mayor M. Husein Mutahar untuk mempersiapkan upacara peringatanDetik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1946, dihalaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta

Pada saat itu, sebuah gagasan berkelebat di benak Mutahar. Alangkah baiknya bila persatuan dan kesatuan bangsa dapat dilestarikan kepada generasi muda yang kelak akan menggantikan para pemimpin saat itu. Pengibaran bendera pusaka bisa menjadi simbol kesinambungan nilai-nilai perjuangan. Karena itu, para pemudalah yang harus mengibarkan bendera pusaka. Dari sanalah kemudian dibentuk kelompokkelompok pengibar bendera pusaka, mulai dari lima orang pemuda - pemudi pada tahun 1946 —yang menggambarkan Pancasila.

Husein MutaharNamun, Mutahar mengimpikan bila kelak para pengibar bendera pusaka itu adalah pemuda-pemuda utusan dari seluruh daerah di Indonesia. Sekembalinya ibukota Republik Indonesia ke Jakarta, mulai tahun 1950 pengibaran bendera pusaka dilaksanakan di Istana Merdeka Jakarta. Regu-regu pengibar dibentuk dan diatur oleh Rumah Tangga Kepresidenan Rl sampai tahun 1966. Para pengibar bendera itu memang para pemuda, tapi belum mewakili apa yang ada dalam pikiran Mutahar. Tahun 1967, Husain Mutahar kembali dipanggil Presiden Soeharto untuk dimintai pendapat dan menangani masalah pengibaran bendera pusaka. Ajakan itu, bagi Mutahar seperti "mendapat durian runtuh" karena berarti ia bisa melanjutkan gagasannya membentuk pasukan yang terdiri dari para pemuda dari seluruh Indonesia. tersirat dalam benak Husain Mutahar akhirnya menjadi kenyataan. Setelah tahun sebelumnya diadakan ujicoba, maka pada tahun 1968 didatangkanlah pada pemuda utusan daerah dari seluruh Indonesia untuk mengibarkan bendera pusaka. Sayang, belum seluruhnya provinsi bisa mengirimkan utusannya, sehingga pasukan pengibar bendera pusaka tahun itu masih harus ditambah dengan eks anggota pasukan tahun 1967.

Selama enam tahun, 1967-1972, bendera pusaka dikibarkan oleh para pemuda utusan daerah dengan sebutan “Pasukan Penggerek Bendera Pusaka”. Nama, pada kurun waktu itu memang belum menjadi perhatian utama, karena yang terpenting tujuan mengibarkan bendera pusaka oleh para pemuda utusan daerah sudah menjadi kenyataan. Dalam mempersiapkan Pasukan Penggerek Bendera Pusaka, Husein Mutahar sebagai Dirjen Udaka (Urusan Pemuda dan Pramuka) tentu tak dapat bekerja sendiri. Sejak akhir 1967, ia mendapatkan dukungan dari Drs Idik Sulaeman yang dipindahtugaskan ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (dari Departemen Perindustrian dan Kerajinan) sebagai Kepala Dinas Pengembangan dan Latihan. Idik yang terkenal memiliki karakter kerja sangat rapi dan teliti, lalu mempersiapkan konsep pelatihan dengan sempurna, baik dalam bidang fisik, mental, maupun spiritual. Latihan yang merupakan derivasi dari konsep Kepanduan itu diberi nama ”Latihan Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila”. Setelah melengkapi silabus latihan dengan berbagai atribut dan pakaian seragam, pada tahun 1973 Idik Sulaeman melontarkan suatu gagasan baru kepada Mutahar. ”Bagaimana kalau pasukan pengibar bendera pusaka kita beri nama baru,” katanya. Mutahar yang tak lain mantan pembina penegak Idik di Gerakan Pramuka menganggukkan kepala. Maka, kemudian meluncurlah sebuah nama antik berbentuk akronim yang agak sukar diucapkan bagi orang yang pertama kali menyebutnya. Akronim itu adalah PASKIBRAKA, yang merupakan singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. ”Pas” berasal dari kata pasukan, ”kib” dari kata kibar, ”ra” dari kata bendera dan ”ka” dari kata pusaka. Idik yang sarjana senirupa lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itupun juga segera memainkan kelentikan tangannya dalam membuat sketsa. Hasilnya, adalah berbagai atribut yang digunakan Paskibraka, mulai dari Lambang Anggota, Lambang Korps, Kendit Kecakapan sampai Tanda Pengukuhan (Lencana Merah-Putih Garuda/MPG). Nama Paskibraka dan atribut baru itulah yang dipakai sejak tahun 1973 sampai sekarang. Sulitnya penyebutan akronim Paskibraka memang sempat mengakibatkan kesalahan ucap pada sejumlah reporter televisi saat melaporkan siaran langsung pengibaran bendera pusaka setiap tanggal 17 Agustus di Istana Merdeka. Bahkan, tak jarang wartawan media cetak masih ada yang salah menuliskannya dalam berita, misalnya dengan ”Paskibrata”. Tapi, bagi para anggota Paskibraka, Purna (mantan) Paskibraka maupun orang-orang yang terlibat di dalamnya, kata Paskibraka telah menjadi sesuatu yang sakral dan penuh kebanggaan.

Memang pernah, suatu kali nama Paskibraka akan diganti, bahkan pasukannya pun akan dilikuidasi. Itu terjadi pada tahun 2000 ketika Presiden Republik Indonesia dijabat oleh KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kata ”pusaka” yang ada dalam akronim Paskibraka dianggap Gus Dur mengandung makna ”klenik”. Untunglah, dengan perjuangan keras orang orang yang berperan besar dalam sejarah Paskibraka, akhirnya niat Gus Dur untuk melikuidasi Paskibraka dapat dicegah. Apalagi, Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia, pada pasal 4 jelas-jelas menyebutkan: (1) BENDERA PUSAKA adalah Bendera Kebangsaan yang digunakan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945. (2) BENDERA PUSAKA hanya dikibarkan pada tanggal 17 Agustus. (3) Ketentuan-ketentuan pada Pasal 22 tidak berlaku bagi BENDERA PUSAKA. (Pasal 22: Apabila Bendera Kebangsaan dalam keadaan sedemikian rupa, hingga tak layak untuk dikibarkan lagi, maka bendera itu harus dihancurkan dengan mengingat kedudukannya, atau dibakar). Itu berati, bila Presiden ngotot mengubah nama Paskibraka, berarti dia melanggar PP No. 40 Tahun 1958. Presiden akhirnya tidak jadi membubarkan Paskibraka, tapi meminta namanya diganti menjadi ”Pasukan Pengibar Bendera Merah-Putih” saja. Hal ini di-iyakan saja, tapi dalam siaran televisi dan pemberitaan media massa, nama pasukan tak pernah diganti. Paskibraka yang telah menjalani kurun sejarah 32 tahun tetap seperti apa adanya, sampai akhirnya Gus Dur sendiri yang dilengserkan.

SEKILAS TENTANG PASKIBRAKA

SEKILAS TENTANG PASKIBRAKA
Hakekat pembinaan generasi muda dalam Pembangunan Nasional Bangsa Indonesia adalah usaha untuk menyiapkan kader penerus cita-cita perjuangan bangsa Indonesia dan manusia pembangunan yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berjiwa Pancasila sebagai Pandu Ibu Pertiwi.
PURNA PASKIBRAKA INDONESIA merupakan salah satu bagian dari generasi muda Indonesia yang selalu terus menerus membina diri agar memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara, idealisme, patriotisme dan harga diri serta mempunyai wawasan yang luas, kokoh kepribadiannya, memiliki kesegaran jasmani dan daya kreasi serta dapat mengembangkan kemandirian, kepemimpinan, ilmu, keterampilan, semangat kerja keras dan kepeloporan.

Dalam upaya mewujudkan pembinaan tersebut maka Purna Paskibraka membentuk suatu wadah yang diberi nama PURNA PASKIBRAKA INDONESIA.

Dari uraian di atas dapat memunculkan berbagai pertanyaan tentang ‘apa”, “siapa”, “di mana”, “bagaimana” Purna Paskibraka. Dalam uraian berikut ini akan dikupas tentang Purna Paskibraka :

Organisasi Purna Paskibraka bernama PURNA PASKIBRAKA INDONESIA disingkat PPI. PPI berkedudukan di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ). Organisasi ini didirikan tanggal 21 Desember 1989 di Cipayung, Bogor, melalui MUNAS I PPI.

PPI berasaskan Pancasila dan berdasarkan UUD 1945. Organisasi ini bersifat kekeluargaan dan bukan bagian dari organisasi masyarakat / Orsospol manapun juga serta tidak menjalankan kegiatan politik

Tujuan PPI :

  • Menghimpun dan membina para anggota agar menjadi arga NKRI yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, setia dan patuh pada NKRI.
  • Mengamalkan dan mengamankan Pancasila.
  • Membina watak, kemandirian dan profesionalisme

Fungsi PPI :

  • Mendorong dan pemrakarsa pembaharuan dengan menyelenggarakan kegiatan yang kontributif.
  • Wadah pembinaan dan pengembangan potensi anggota.

Bagaimana kepengurusan organisasi PPI ?

Kepengurusan dari organisasi PPI ini disusun secara vertical dengan urutan :

  1. Purna Paskibraka Indonesia Pusat
  2. Purna Paskibraka Indonesia Propinsi / DT I
  3. Purna Paskibraka Indonesia Kabupaten / Kotamadya.

Setiap kepengurusan dipimpin oleh Pengurus PPI yang berada di ibukota untuk pusat, Pengurus DT I untuk ibukota propinsi dan Pengurus DT II untuk ibukota kabupaten / kota.

Pelindung, Penasehat, dan Pembina organisasi disesuaikan dengan struktur organisasi pemerintahan yang mengurus tentang generasi muda. Misalnya untuk pelindung kabupaten / kota adalah Bupati / Walikota, Penasehat adalah Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten / kota, serta Pembina adalah Kepala Sub Dinas Pemuda dan Olah Raga.

Bagaimana keanggotan dari PPI ?

Keanggotaan PPI dapat dibedakan menjadi :

  1. Anggota Biasa, Adalah pemuda / pelajar yang pernah bertugas sebagai anggota PASKIBRAKA di tingkat nasional, propinsi, kabupaten / kota pada tanggal 17 Agustus serta menjalani latihan dalam Gladian Sentra.
  2. Anggota Luar Biasa, Adalah mereka yang pernah menjadi komandan, pelatih, dan Pembina PASKIBRAKA.
  3. Anggota Kehormatan, Adalah mereka yang berjasa, berpartisipasi aktif / nyata kepada PASKIBRAKA dan Organisasi Purna Paskibraka Indonesia yang ditetapkan melalui musyawarah.

Keanggotaan PPI berhenti apabila :

  1. Yang bersangkutan meninggal dunia atau melanggar peraturan organisasi ( PO ).
  2. Apabila melanggar PO, pemberhentian dapat dilakukan melalui musyawarah.
  3. Sebelum dinyatakan diberhentikan, anggota yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.

Bagaimana penentuan arah kebijakan organisasi ?

Dalam organisasi ini MUNAS merupakan forum tertinggi untuk menetapkan program kerja dan kebijakan organisasi. MUNAS diadakan sekali dalam 4 tahun.

Wewenang dari MUNAS antara lain :

1. Menetapkan laporan pertanggungjawaban pengurus pusat
2. Menetapkan / menyempurnakan AD / ART
3. Menetapkan program kerja dan kebijaksanaan organisasi.
4. Memilih, mengangkat, dan memberhentikan pengurus pusat PPI.
5. Menetapkan keputusan keputusan lain yang dianggap perlu.

Semua pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat, bila setelah diupayakan dengan sungguh-sungguh tetapi mufakat tidak tercapai, maka keputusan diambil dengan suara terbanyak.

Apa kode etik dan atribut dari PPI ?

Kode Etik organisasi ini adalah Ikrar Putra Indonesia yang berbunyi :

IKRAR PUTRA INDONESIA
Aku mengaku Putra Indonesia, dan berdasarkan pengakuan itu :

  1. Aku mengaku, bahwa aku adalah makhluk Tuhan Al Khalik, Yang Maha Esa, dan bersumber pada Nya
  2. Aku mengaku, bertumpah darah satu, Tanah Air Indonesia
  3. Aku mengaku, berbangsa satu, bangsa Indonesia
  4. Aku mengaku, berjiwa satu, jiwa Pancasila
  5. Aku mengaku, bernegara satu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
  6. Aku mengaku, bertujuan satu, masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, sesuai dengan pembukaan UUD 1945
  7. Aku mengaku, bercara karya satu perjuangan besar dengan akhlak dan ikhsan menurut ridho Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan pengakuan-pengakuan ini dan demi kehormatanku aku berjanji akan bersungguh-sungguh menjalankan kewajiban untuk mengamalkan semua pengakuan ini dalam karya hidupku sehari-hari. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati natku ini dengan Taufik dan Hidayah-Nya serta dengan Inayat-Nya.

Atribut PPI berupa :

LAMBANG ANGGOTA
Lambang anggota Paskibraka adalah setangkai bunga teratai yang mulai mekar dan dikelilingi oleh sebuah gelang rantai, yang mata rantainya berbentuk bulat dan belah ketupat. Mata rantai bulat berjumlah 16, begitu pula mata rantai belah ketupat.
Bunga teratai yang tumbuh dari lumpur (tanah) dan berkembang di atas permukaan air bermakna bahwa Anggota Paskibraka adalah pemuda yang tumbuh dari bawah (orang biasa), dari tanah air yang sedang berkembang (mekar) dan membangun. Tiga helai kelopak bunga tumbuh ke atas bermakna “belajar, bekerja dan berbakti”, sedang tiga helai kelopak ke arah mendatar bermakna “aktif, disiplin dan gembira”.
Mata rantai yang saling berkaitan melambangkan persaudaraan yang akrab antar sesama generasi muda Indonesia yang ada di berbagai pelosok (16 penjuru angin) tanah air. Rantai persaudaraan tanpa memandang asal suku, agama, status sosial dan golongan akan membentuk jalinan mata rantai persaudaraan sebangsa yang kokoh dan kuat, sehingga mampu menangkal bentuk pengaruh dari luar dan memperkuat ketahanan nasional, melalui jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan yang telah tertanam dalam dada setiap anggota Paskibraka.

LAMBANG KORPS
Sejak 1973 sampai sekarang, Lambang Korps Paskibraka dibuat dari kain bergambar atau bordir yang langsung dijahitkan di lengan kanan seragam. Bentuknya perisai berwarna hitam dengan garis pinggir dan huruf berwarna kuning yang bertuliskan ”PASUKAN PENGIBAR BENDERA PUSAKA” dan tahun pembentukan pasukan (di ujung bawah perisai).
Di dalam perisai terdapat lingkaran bergambar sepasang anggota Paskibraka dilatarbelakangi bendera merah putih yang berkibar ditiup angin dan tiga garis horison atau awan. Makna dari bentuk dan gambar Lambang Korps Paskibraka adalah sebagai berikut:

  1. Bentuk perisai bermakna “siap bela negara” termasuk bangsa dan tanah air Indonesia, warna hitam bermakna teguh dan percaya diri.
  2. Sepasang anggota Paskibraka bermakna Paskibraka terdiri dari anggota putra dan anggota putri yang dengan keteguhan hati
  3. Bendera Merah Putih yang sedang berkibar adalah bendera kebangsaan dan utama Indonesia yang harus dijunjung tinggi seluruh bangsa Indonesia termasuk generasi mudanya, termasuk Paskibraka.
  4. Garis horison atau awan tiga garis menunjukkan ada Paskibraka di tiga tingkat, yaitu nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
  5. Warna kuning berarti kebanggaan, keteladanan dalam hal perilaku dan sikap setiap anggota Paskibraka.

Untuk mempersatukan korps, Paskibraka di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota ditandai dengan Lambang Korps yang sama. Untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Lambang Korps harus ditambahi dengan tanda lokasi terbentuknya pasukan.

TANDA PENGUKUHAN
Sebagai tanda berakhirnya Latihan Kepemimpinan Pemuda Tingkat Perintis / Pemuka (sebagaimana juga berakhirnya Latihan Kepemimpinan Pemuda / Kepemudaan tingkat lain) setiap peserta dikukuhkan oleh Penanggungjawab Latihan dengan pengucapan ”Ikrar Putera Indonesia” sambil memegang Sang Merah Putih dan kemudian menciumnya dengan menarik nafas panjang sebagai “kiasan” kesediaan untuk senantiasa setia dan membelanya.
Kendit
Tanda pengukuhan berupa kendit atau pita/sabuk dibuat dari kain. Kendit adalah tanda ksatria pada zaman dahulu yang mengikrarkan kesetiaannya kepada kerajaan. Sebagai pemegang kendit, para peserta latihan pun diharapkan memiliki sifat ksatria dalam pemikiran, perkataan dan perbuatannya sehari-hari.
Awalnya, pada latihan untuk Pasukan pertama sampai keempat (1968–1971) kendit Tanda Pengukuhan masih polos dengan dua warna, masing-masing hijau untuk anggota pasukan dan ungu untuk para penatar / pembina. Karena kendit warna polos menyerupai sabuk kecakapan olahraga beladiri, maka oleh Idik Sulaeman disempurnakan menjadi kendit bermotif.
Motif tersebut berupa gambar rantai bulat dan belah ketupat seperti pada Lambang Anggota, dengan jumlah masing-masing 17 untuk rantai bulat dan rantai belah ketupat. Setiap mata rantai bulat maupun belah ketupat diisi dengan huruf yang membentuk kalimat ”PANDU INDONESIA BER-PANCASILA”.
Semula, ukuran lebar dan panjang kendit adalah 5 cm dan 17 cm, untuk melambangkan angka tanggal 17 (dari 17 Agustus 1945) dan 5 (jumlah sila dalam Pancasila). Namun, karena kesulitan teknik pencetakan motifnya, ukuran kendit baru dengan motif rantai dan huruf diubah menjadi lebar 5 cm dan panjang 14 dm (140 cm).
Lencana
Tanda pengukuhan berupa lencana digunakan untuk pemakaian harian. Sebelum 1973, lencana ini hanya berupa merah putih —tanpa gambar garuda— dengan ukuran tinggi 2 cm dan panjang 3 cm. Lencana yang dipakai sejak 1973 sampai saat ini berbentuk persegi berukuran tinggi 1,8 cm dan panjang 4 cm, dengan tanda merah-putih di sebelah kanan dan Garuda di sebelah kiri (dilihat dari sisi pemakainya, bukan dari depan). Ukuran lencana untuk Penatar (warna ungu) sedikit lebih kecil, yakni tinggi 1,5 cm dan panjang 3,5 cm.
Warna dasar di belakang Garuda disesuaikan dengan jenis latihannya, atau dengan kata lain sama dengan warna dasar kenditnya.
• Warna hijau untuk Latihan Perintis/Pemula Pemuda
• Warna merah untuk Latihan Pemuka Pemuda
• Warna coklat untuk Latihan Penuntun Pemuda
• Warna kuning untuk Latihan Pendamping Pemuda
• Warna ungu untuk Latihan Penatar Kepemudaan
• Warna abu-abu untuk Latihan Penaya Kepemudaan

Kedua Tanda Pengukuhan, digunakan dengan ketentuan yang berbeda. Lencana pengukuhan dikenakan pada baju setinggi dada sebelah kiri (di atas saku kiri baju), baik pada seragam maupun baju biasa sehari-hari. Sedangkan kendit, dililitkan ke pinggang dan disimpulmatikan dibagian depan (perut) dan hanya dikenakan saat menghadiri upacara pengukuhan, tidak untuk sehari-hari.

BENDERA
Berukuran 150 x 90 dengan warna dasar hijau yang di tengah-tengahnya berisi lambang berwarna emas dengan garis tengah 75 cm, dan tulisan PPI serta nama daerah masing-masing.

SERAGAM
PDU adalah Pakaian Dinas Upacara dan PDH adalah Pakaian Dinas Harian
Sebelum tahun 1981, bentuk pakaian seragam Paskibraka cukup sederhana. Putra dengan kemeja putih lengan panjang yang bagian bawahnya dimasukkan ke dalam celana panjang putih dengan ikat pinggang juga warna putih; Putri dengan kemeja lengan panjang dengan bagian bawah model jas.
Tapi setelah tahun 1981 dan seterusnya sampai sekarang, dengan alasan disamakan modelnya dengan seragam TNI dari kelompok 45, seragam Paskibraka mengalami perubahan. Paskibraka putra menggunakan kemeja model jas dengan gesper lebar dari kain, sementara Paskibraka putri tidak berubah. Dengan tampilan baru ini, Paskibraka memang kehilangan penampilan remajanya dan terlihat seperti orang dewasa.

Bagaimana cara untuk membubarkan organisasi ini ?

Pembubaran organisasi hanya dapat dilakukan melalui MUNAS luar biasa yang khusus diadakan untuk itu (pembubaran). Pembagian harta kekayaan ditetapkan bersamaan dalam kegiatan MUNAS luar biasa tersebut.

SEKILAS TENTANG PASKIBRAKA 2005

SEKILAS TENTANG PASKIBRAKA 2005
paskibraka 2005 terdiri dari 31 anggota yang mana semua anggota ini dari tiap sekolah SMA/SMK/MA negeri/swasta se kab.cirebon...

kami d latih,d gembleng selama (-/+ 3 bulan yang bertempat d sumber d lapangan rangga jati)kami bersama paskibraka 05 d gemblemg,dlatih tidak kenal lelah... tidak kenal panas dan hujan......
setelah kami berjalan melangkah latihan demi latihan datanglah hari H(17-agustus-2005) dan kami melaksanakan tugas kami sebagai pengibar bendera paskibraka alhamdulillah pelaksanaan berjalan dengan lancar....
1.ade rika purnamasari
2.agselia munggaran
3.anggi swastika
4ani krisnawati
5.ani rakhmania
6.anis suwardana
7.cahya afandi
8.cucu komalasari
9.dedy rahayu
10.dono utomo
11.dwi nursaputro
12.enjen jaelani
13.feradikapratimas
14.herpa herumika
15.iskandar
16.jeki hartono
17.lia puspita dewi
18.lina
19.masduki
20.putri p.sari
21.roni
22.santika
23.siti rulina
24.sumarni
25.tarsonik
26.tazriah
27.titin supritini
28.toni agung
29.ujang komara
30.ujang sodikin
31.wahyudi
"teman-teman d mana kalian sekaramg kami kangen kumpul,senang ,sedih,susah bersama"

SEJARAH PURNA PASKIBRAKA INDONESIA

Dari Dulu Hingga Kini
Logo Purna Paskibraka IndonesiaCikal bakal berdirinya organisasi alumni Paskibraka sebenarnya dimulai secara nyata di Yogyakarta. Pada tahun 1975, sejumlah alumni (Purna) Paskibraka tingkat Nasional yang ada di Yogya, berkeinginan untuk mendirikan organisasi alumni, lalu mereka menyampaikan keinginan itu kepada para pembina di Jakarta. Para pembina lalu menawarkan sebuah nama, yakni REKA PURNA PASKIBRAKA yang berarti ikatan persahabatan para alumni Paskibraka. Tapi, di Yogya nama itu kemudian digodok lagi dan akhirnya disepakati menjadi PURNA EKA PASKIBRAKA (PEP) Yogyakarta, yang artinya wadah berhimpun dan pengabdian para alumni Paskibraka. PEP DI Yogya resmi dikukuhkan pada 28 Oktober 1976. Seiring dengan itu, para alumni Paskibraka di Jakarta kemudian meneruskan gagasan pendirian organisasi REKA PURNA PASKIBRAKA (RPP). Sementara di Bandung, berdiri pula EKA PURNA PASKIBRAKA (EPP). Namun, dalam perkembangannya, ketiga organisasi itu belum pernah melakukan koordinasi secara langsung untuk membentuk semacam forum komunikasi di tingkat pusat. Sementara itu, di daerah lain belum ada keinginan untuk membentuk organisasi, karena jumlah alumninya masih sedikit — berbeda dengan Jakarta, Bandung dan Yogya yang menjadi kota tujuan para alumni Paskibraka untuk melanjutkan sekolah. Sampai awal 80-an, alumni Paskibraka di daerah lain hanya dibina melalui Bidang Binmud Kanwil Depdikbud. Mereka selalu dipanggil sebagai perangkat dalam pelaksanaan berbagai upacara dan kegiatan. Mereka dilibatkan dalam kegiatan pembinaan generasi muda, karena dianggap potensial sesuai predikatnya.

Tahun 1980, Direktorat Pembinaan Generasi Muda (PGM) berinisiatif untuk mendayagunakan potensi alumni berbagai program yang telah dilaksanakan, termasuk program pertukaran pemuda Indonesia dengan luar negeri (saat itu baru CWY atau Indonesia-Kanada dan SSEAYP atau Kapal Pemuda ASEAN-Jepang). Organisasi itu diberi nama PURNA CARAKA MUDA INDONESIA (PCMI). Maka, selain di Jakarta, Bandung dan Yogya, seluruh Purna Paskibraka di daerah lainnya digabungkan dalam PCMI. Hal itu berlangsung sampai tahun 1985, ketika Direktorat PGM ”menyadari” bahwa penggabungan Purna Paskibraka dengan alumni pertukaran pemuda bukanlah sebuah pilihan yang tepat. Karena itu, sebagai hasil dari Lokakarya Pembinaan Purna Program Binmud di Cisarua, Bogor —yang dihadiri oleh para Kabid Binmud seluruh Indonesia serta para alumni Paskibraka dan pertukaran pemuda— dikeluarkan SK Dirjen Diklusepora No. Kep.091/ E/O/1985 tanggal 10 Juli 1985 yang memisahkan para alumni dalam dua organisasi, masing-masing PCMI untuk alumni pertukaran pemuda dan PURNA PASKIBRAKA INDONESIA (PPI) untuk alumni Paskibraka. Dengan alasan untuk menjaga agar keputusan itu tidak ”mencederai hati” para Purna Paskibraka yang telah lebih dulu mendirikan PEP, RPP dan EPP, maka ditetapkanlah bahwa PPI adalah organisasi binaan Depdikbud yang bersifat regionalprovinsial. Artinya, organisasi itu ada di tiap provinsi namun tidak mempunyai Pengurus di tingkat pusat. Itu, sebenarnya sebuah pilihan yang sulit, bahkan ”absurd”. Bagaimana sebuah organisasi bernama sama dan ada di tiap provinsi tapi tidak mempunyai forum komunikasi dan koordinasi di tingkat pusat. Ternyata, hal itu dipicu oleh kekhawatiran organisasi kepemudaan ”tunggal” asuhan pemerintah yang melihat PPI adalah sebuah ancaman. Namun, dengan kegigihan para Purna Paskibraka yang ada di Jakarta, akhirnya kebekuan itu dapat dicairkan. Empat tahun harus menunggu dan bekerja keras untuk dapat menghadirkan Pengurus PPI daerah dalam sebuah Musyawarah Nasional (Munas). Tanggal 21 Desember 1989, melalui Munas I di Cipayung, Bogor, terbentuklah secara resmi PPI Pusat, lengkap dengan perangkat Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).

Senin, 25 Mei 2009

BLOGG PASKIBRAKA 2005

Blog ini di buat sebagai wadah informasi paskibraka baik tingkat nasional/propinsi/kab atau kota
untuk anggota PPI kab.cirebon di blog ini akan memberikan informasi atau jadwal kegiatan PPI kab.cirebon
terimakasih telah mengunjungi blog kami semoga blog ini berguna bagi semua kalangan,tak lupa saran serta kritik komentar buat kami agar kami menjadi lebih baik lagi
"Bagi yang mau kirim artikel buat di posting ke blog ini....
bisa kirim ke e-mail nya kami...."